Kamis, 07 Februari 2013

Walk with my Be-Bob, don’t worry and stay cool!



Yuhuuu…..pembaca, kali ini aku mau share cerita sedikit tentang pengalamanku bersama sepatuku. Lho kok cerita pengalaman dengan sepatu? Biasa juga cerita pengalaman itu, bersama si dia atau bersama seseorang gitu.. Tapi nggak usah khawatir pemirsa eh pembaca.. Simak deh pengalamanku ini yang kucoba tuangkan dalam bentuk cerita. Jangan lupa komentarnya ya…

Waktu itu adalah bulan-bulan krisis yang kuhadapi. Ikut suami ke tempat kerjanya di sebuah tempat yang bisa disebut pedalaman membutuhkan kekuatan dan ketetapan hati yang sangat. Karena statusnya ikut suami otomatis pada bulan-bulan tersebut aku nggak bekerja alias nganggur. Untungnya sudah bersuami jadi titelnya bukan pengangguran tapi ibu rumah tangga atau IRT. He..3x itu satu keuntungan kalau dah punya suami.

Akhirnya setelah dua bulan lebih sedikit jadi ibu rumah tangga tulen, akhirnya datanglah satu kesempatan bagiku. Ada tawaran kerja menjadi staf pengajar di salah satu akademi kesehatan di kota ini. Oh iya, kota tempat tinggalku itu adalah Wamena. Sebuah kota kecil di pedalaman Papua. Di kota ini segalanya serba mahal. Maklumlah, semua barang yang ada di kota ini didatangkan dengan pesawat. Jadi bayangkan saja sendiri, kalau dengan pesawat berarti harus ada ongkos per kilonya plus keuntungan toko jadilah harga barang yang mahal tadi. Sebenarnya kalau dihitung-hitung secara wajar, taruhlah sebuah sepatu seharga seratus ribu misalnya, maka harganya di Wamena seharusnya seratus lima puluh ribu lah yang wajar. Tapi kenyataan tidak begitu. Sepatu seharga seratus ribu di Jakarta, sampai di Wamena harganya bisa melonjak hingga tiga ratus ribu rupiah. Wow!

Tapi ya sudahlah! Lain kali ada waktu untuk menceritakan kemahalan di Wamena. Kembali ke kesempatan kerja yang kudapat tadi, akhirnya aku mempersiapkan diri untuk datang wawancara. Lokasi akademinya tepat di samping rumah sakit Wamena. Karena waktu itu aku belum punya kendaraan sendiri, aku memilih untuk naik becak. Naik becak? Oh iya, Wamena adalah satu-satunya kota di Papua yang mengandalkan becak sebagai transportasi jarak dekat. Tapi itu dulu. Kalau sekarang ini mungkin ojek sudah banyak jumlahnya. Susahnya naik becak di Wamena adalah kita harus punya mental baja alias berani karena sebagian besar becak di sana boleh dikatakan punya rem yang minimalis. Minimalis artinya bisa ada, bisa juga tidak.

Akupun naik becak menyusuri jalan demi jalan hingga tiba di sebuah perempatan yang ada polisi tidurnya. Becak yang kutumpangi karena remnya yang minimalis tadi tetap melaju kencang. Alhasil aku nyaris terlempar keluar. Untung kakiku cukup kuat menumpu di depan sehingga tak terjatuh. Becak itupun berhenti. Rupanya pelek sebelah kirinya penyok karena menghantam polisi tidur tadi. Aku hanya bisa geleng kepala. Kuangsurkan selembar uang lima ribu dan akupun melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.

Rupanya karena menumpu tadi kulit sepatuku ada yang terkelupas. Wah gawat nih! Pikirku. Mana mau wawancara lagi! Tapi karena secara keseluruhan sepatu itu masih tampak modis, bekas terkelupas itu tidak terlalu kentara. Berjalan kaki cepat-cepat ternyata tetap nyaman menggunakan sepatu ini. Sejenak kulihat jam tanganku. Hampir pukul 9 pagi. Setengah berlari kumasuki halaman akademi kesehatan itu. Rupanya wawancara akan berlangsung di lantai 2. Waduh! Harus naik tangga. Saat itu rupanya petugas kebersihan sedang mengepel lantai. Pikiranku hanya satu waktu itu: jangan sampai terpeleset dan jatuh. Bukan masalah sakit tapi takut malunya aja. Ternyata dibawa berjalan cepat di lantai yang masih agak basah, sepatuku masih oke. Aku tidak terpeleset dan bisa memulai wawancara kerjaku tepat waktu.

Eh..ngomong-ngomong dari tadi cerita soal sepatu. Sepatu apa sih itu? Merek sepatuku itu Be-Bob. Sudah setahun umurnya tapi masih kinclong. Hak-nya sekitar 5 senti. Walau tidak terlalu tinggi tapi cukup membuatku terlihat tinggi dan percaya diri. Masih ingat dulu kubeli sepatu itu karena rekomendasi temanku yang sudah sering memakai merek Be-Bob. Menurutnya sepatu merek Be-Bob itu kuat dan tahan lama. Memang saat itu aku cuma setengah percaya saja sampai betul-betul kubuktikan dengan tantangan medan yang keras di Wamena.
www.bebobshoes.com
 
Be-Bob mempunyai banyak jenis. Dari mulai sepatu sehari-hari (Fashionable daily shoes), flat shoes, sandal, wedges, sampai high heels. Cara pesannya juga gampang lho! Bisa lewat internet melalui alamat webnya di sini. Sebelum memilih sepatu Be-Bob yang tepat, ada baiknya simak tips berikut ini:

  1. Ada dua jenis bentuk kaki. Ada kaki yang ramping dan ada kaki yang lebar. Sebenarnya mungkin tiga jenis kali ya? Jenis ketiga adalah jenis diantara keduanya. Dibilang ramping nggak tapi dibilang lebar juga tidak.
  2. Kalau kamu memiliki kaki yang ramping, ada baiknya memilih sepatu yang menyempit pada mulut kaki. Juga bisa menggunakan sepatu yang cover sepatunya minim atau agak terbuka di bagian jari-jari.
  3. Untuk kamu yang memiliki kaki lebar, pilihlah sepatu yang mulutnya berbentuk lebar seperti bulat atau kotak. Kebalikan dari pemilik kaki ramping, pemilik kaki lebar justru disarankan menggunakan sepatu yang covernya besar atau panjang. Ini berguna untuk menyamarkan bentuk kaki.

Wah hebat nih tipsnya! Tips di atas itu bukan karanganku lho! Itu diambil dari situsnya Be-Bob tadi. Di situs ini tak hanya tips tapi kita juga bisa melihat-lihat berbagai jenis sepatu koleksi terbaru Be-Bob yang bagus-bagus dan unik-unik. Cara pesannya juga cukup mudah. Tinggal pilih sepatu yang kita inginkan. Klik untuk memperbesar gambar dan kemudian ikuti langkah selanjutnya. Nih, saya copy-kan beberapa langkah untuk memesan sepatu atau sandal di situs Be-Bob:
Need a Be-Bob? Just follow the steps! (Sumber: www.bebobshoes.com)

Oh iya, sampai lupa cerita kelanjutan nasib sepatuku tadi. Setelah setahun lebih bekerja sebagai dosen di akademi kesehatan tersebut, aku akhirnya akhirnya harus pindah lagi ke kota lainnya. Kali ini aku menuju Surabaya. Banyak perpisahan yang harus dilalui sebelum pindah. Ada cerita yang menarik menyangkut nasib sepatuku tadi. Rupanya ada salah satu staf lokal di akademi kesehatan tersebut yang sudah lama “naksir” sepatu Be-Bob ku itu. Ketika tiba saat perpisahan, diapun mengungkapkan isi hatinya tersebut. Aku sih nggak heran, walau sudah agak terkelupas tapi tetap saja sepatu itu masih enak dilihat. Dengan bangga akhirnya kuserahkan sepatu itu. Untung saja ukuran dan tipe kaki kami masih agak mirip. Dibilang ramping tidak, dikatakan lebar juga tidak. Selamat deh bu melanjutkan petualangan setiap hari dengan dengan sepatu Be-Bob itu.

Akhirnya sebelum menutup artikel ini, aku kutipkan kalimat berharga yang kudapat dari situs Be-Bob: Beautiful way to thank your feet as it take you everywhere and to places where you can reach your dream! With Be-Bob Shoes Community. Be Different, Be Passionate!

1 komentar:

  1. Artikel yang menarik tentang cerita sepatu dan pemakainya.. Menginspirasi!

    BalasHapus