Yuhuuu…..pembaca, kali ini aku mau share cerita sedikit
tentang pengalamanku bersama sepatuku. Lho kok cerita pengalaman dengan sepatu?
Biasa juga cerita pengalaman itu, bersama si dia atau bersama seseorang gitu..
Tapi nggak usah khawatir pemirsa eh pembaca.. Simak deh pengalamanku ini yang
kucoba tuangkan dalam bentuk cerita. Jangan lupa komentarnya ya…
Waktu itu adalah bulan-bulan krisis yang kuhadapi. Ikut
suami ke tempat kerjanya di sebuah tempat yang bisa disebut pedalaman
membutuhkan kekuatan dan ketetapan hati yang sangat. Karena statusnya ikut
suami otomatis pada bulan-bulan tersebut aku nggak bekerja alias nganggur.
Untungnya sudah bersuami jadi titelnya bukan pengangguran tapi ibu rumah tangga
atau IRT. He..3x itu satu keuntungan kalau dah punya suami.
Akhirnya setelah dua bulan lebih sedikit jadi ibu rumah
tangga tulen, akhirnya datanglah satu kesempatan bagiku. Ada tawaran kerja
menjadi staf pengajar di salah satu akademi kesehatan di kota ini. Oh iya, kota
tempat tinggalku itu adalah Wamena. Sebuah kota kecil di pedalaman Papua. Di
kota ini segalanya serba mahal. Maklumlah, semua barang yang ada di kota ini
didatangkan dengan pesawat. Jadi bayangkan saja sendiri, kalau dengan pesawat
berarti harus ada ongkos per kilonya plus keuntungan toko jadilah harga barang
yang mahal tadi. Sebenarnya kalau dihitung-hitung secara wajar, taruhlah sebuah
sepatu seharga seratus ribu misalnya, maka harganya di Wamena seharusnya
seratus lima puluh ribu lah yang wajar. Tapi kenyataan tidak begitu. Sepatu seharga
seratus ribu di Jakarta, sampai di Wamena harganya bisa melonjak hingga tiga
ratus ribu rupiah. Wow!
Tapi ya sudahlah! Lain kali ada waktu untuk menceritakan
kemahalan di Wamena. Kembali ke kesempatan kerja yang kudapat tadi, akhirnya
aku mempersiapkan diri untuk datang wawancara. Lokasi akademinya tepat di
samping rumah sakit Wamena. Karena waktu itu aku belum punya kendaraan sendiri,
aku memilih untuk naik becak. Naik becak? Oh iya, Wamena adalah satu-satunya
kota di Papua yang mengandalkan becak sebagai transportasi jarak dekat. Tapi
itu dulu. Kalau sekarang ini mungkin ojek sudah banyak jumlahnya. Susahnya naik
becak di Wamena adalah kita harus punya mental baja alias berani karena
sebagian besar becak di sana boleh dikatakan punya rem yang minimalis.
Minimalis artinya bisa ada, bisa juga tidak.
Akupun naik becak menyusuri jalan demi jalan hingga tiba di
sebuah perempatan yang ada polisi tidurnya. Becak yang kutumpangi karena remnya
yang minimalis tadi tetap melaju kencang. Alhasil aku nyaris terlempar keluar. Untung
kakiku cukup kuat menumpu di depan sehingga tak terjatuh. Becak itupun
berhenti. Rupanya pelek sebelah kirinya penyok karena menghantam polisi tidur
tadi. Aku hanya bisa geleng kepala. Kuangsurkan selembar uang lima ribu dan
akupun melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.
Rupanya karena menumpu tadi kulit sepatuku ada yang
terkelupas. Wah gawat nih! Pikirku. Mana mau wawancara lagi! Tapi karena secara
keseluruhan sepatu itu masih tampak modis, bekas terkelupas itu tidak terlalu
kentara. Berjalan kaki cepat-cepat ternyata tetap nyaman menggunakan sepatu
ini. Sejenak kulihat jam tanganku. Hampir pukul 9 pagi. Setengah berlari
kumasuki halaman akademi kesehatan itu. Rupanya wawancara akan berlangsung di
lantai 2. Waduh! Harus naik tangga. Saat itu rupanya petugas kebersihan sedang
mengepel lantai. Pikiranku hanya satu waktu itu: jangan sampai terpeleset dan
jatuh. Bukan masalah sakit tapi takut malunya aja. Ternyata dibawa berjalan
cepat di lantai yang masih agak basah, sepatuku masih oke. Aku tidak terpeleset
dan bisa memulai wawancara kerjaku tepat waktu.
Eh..ngomong-ngomong dari tadi cerita soal sepatu. Sepatu apa
sih itu? Merek sepatuku itu Be-Bob. Sudah setahun umurnya tapi masih kinclong.
Hak-nya sekitar 5 senti. Walau tidak terlalu tinggi tapi cukup membuatku
terlihat tinggi dan percaya diri. Masih ingat dulu kubeli sepatu itu karena
rekomendasi temanku yang sudah sering memakai merek Be-Bob. Menurutnya sepatu
merek Be-Bob itu kuat dan tahan lama. Memang saat itu aku cuma setengah percaya
saja sampai betul-betul kubuktikan dengan tantangan medan yang keras di Wamena.
www.bebobshoes.com |
Be-Bob mempunyai banyak jenis. Dari mulai sepatu sehari-hari
(Fashionable daily shoes), flat shoes, sandal, wedges, sampai high heels. Cara
pesannya juga gampang lho! Bisa lewat internet melalui alamat webnya di sini.
Sebelum memilih sepatu Be-Bob yang tepat, ada baiknya simak tips berikut ini:
- Ada dua jenis bentuk kaki. Ada kaki yang ramping dan ada kaki yang lebar. Sebenarnya mungkin tiga jenis kali ya? Jenis ketiga adalah jenis diantara keduanya. Dibilang ramping nggak tapi dibilang lebar juga tidak.
- Kalau kamu memiliki kaki yang ramping, ada baiknya memilih sepatu yang menyempit pada mulut kaki. Juga bisa menggunakan sepatu yang cover sepatunya minim atau agak terbuka di bagian jari-jari.
- Untuk kamu yang memiliki kaki lebar, pilihlah sepatu yang mulutnya berbentuk lebar seperti bulat atau kotak. Kebalikan dari pemilik kaki ramping, pemilik kaki lebar justru disarankan menggunakan sepatu yang covernya besar atau panjang. Ini berguna untuk menyamarkan bentuk kaki.
Wah hebat nih tipsnya! Tips di atas itu bukan karanganku
lho! Itu diambil dari situsnya Be-Bob tadi. Di situs ini tak hanya tips tapi
kita juga bisa melihat-lihat berbagai jenis sepatu koleksi terbaru Be-Bob yang
bagus-bagus dan unik-unik. Cara pesannya juga cukup mudah. Tinggal pilih sepatu
yang kita inginkan. Klik untuk memperbesar gambar dan kemudian ikuti langkah
selanjutnya. Nih, saya copy-kan beberapa langkah untuk memesan sepatu atau
sandal di situs Be-Bob:
Need a Be-Bob? Just follow the steps! (Sumber: www.bebobshoes.com) |
Oh iya, sampai lupa cerita kelanjutan nasib sepatuku tadi.
Setelah setahun lebih bekerja sebagai dosen di akademi kesehatan tersebut, aku
akhirnya akhirnya harus pindah lagi ke kota lainnya. Kali ini aku menuju
Surabaya. Banyak perpisahan yang harus dilalui sebelum pindah. Ada cerita yang
menarik menyangkut nasib sepatuku tadi. Rupanya ada salah satu staf lokal di
akademi kesehatan tersebut yang sudah lama “naksir” sepatu Be-Bob ku itu.
Ketika tiba saat perpisahan, diapun mengungkapkan isi hatinya tersebut. Aku sih
nggak heran, walau sudah agak terkelupas tapi tetap saja sepatu itu masih enak
dilihat. Dengan bangga akhirnya kuserahkan sepatu itu. Untung saja ukuran dan
tipe kaki kami masih agak mirip. Dibilang ramping tidak, dikatakan lebar juga
tidak. Selamat deh bu melanjutkan petualangan setiap hari dengan dengan sepatu
Be-Bob itu.
Akhirnya sebelum menutup artikel ini, aku kutipkan kalimat
berharga yang kudapat dari situs Be-Bob: Beautiful way to thank your feet as it
take you everywhere and to places where you can reach your dream! With Be-Bob
Shoes Community. Be Different, Be Passionate!
Artikel yang menarik tentang cerita sepatu dan pemakainya.. Menginspirasi!
BalasHapus