Kamis, 20 Desember 2012

Swanggi Penunggu Mata Air dan Pureit


Air terjun di kampung Soba itu sangat indah sekali. Airnya dingin dan terasa menyegarkan ketika kita mandi di situ atau sekedar berendam saja. Menuju ke Soba lumayan sulit. Harus berjalan kaki selama kurang lebih 3 (tiga) hari dari Wamena (Papua) atau jika ingin cepat bisa mencarter pesawat AMA atau MAF dengan harga yang cukup mahal (sekitar 7 – 9 juta). Soba sendiri dengan adanya pemekaran wilayah telah tumbuh menjadi sebuah distrik (kecamatan) walau sebenarnya infrastrukturnya masih belum siap.

Menuju ke puncak air terjun jalannya agak sulit dan licin. Di sepanjang jalan kita bisa menemukan beberapa mata air. Salah satu mata air yang cukup besar adalah mata air Soba. Mata air ini bersama mata air-mata air lainnya membentuk aliran sungai yang akhirnya menjadi air terjun Soba.

Yang menarik adalah mengenai upaya masyarakat di wilayah itu untuk melestarikan mata air tersebut. Dahulu kala menurut masyarakat setempat, adalah seorang kepala desa bernama Pahabol yang gigih dan tak mau kompromi untuk melestarikan mata air tersebut. Tidak ada satu pohonpun di sekitar mata air yang boleh ditebang. Selain itu ada beberapa orang yang ditunjuk untuk merawat mata air tersebut terutama untuk membersihkan daun-daun yang jatuh ke dalam aliran mata air.

Ini ilustrasi saja. Sumber: www.protectyouthsports.com  
Nah, ketika kepala desa tersebut meninggal, katanya di sempat bersumpah untuk tetap menjaga mata air tersebut. Kalau perlu katanya, dengan menjadi Swanggi untuk menunggui mata air dan membuat celaka orang-orang yang merusak mata air. Swanggi adalah kata lain dari hantu yang digunakan dalam bahasa setempat. Konon katanya, jika ada orang yang menebang pohon di pinggiran mata air, maka pasti akan ada salah satu anggota keluarganya yang celaka atau tiba-tiba mendadak sakit.

Sayangnya semakin ke hilir, aliran mata air ini mulai tercemari dengan berbagai bahan kontaminan seiring dengan berubahnya budaya masyarakat. Mulai  busa sabun di pinggir aliran mata air hingga limbah kotoran manusia dan hewan mulai tampak bermunculan. Ini yang menjadi masalah baru untuk kesehatan masyarakat setempat yang mungkin belum muncul di masa lalu. Ternyata air yang berlimpah tidak dibarengi dengan fasilitas sanitasi yang baik.

Dalam pidato pembukaannya pada Third East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene di bulan September lalu (The Jakarta Globe, 11 September 2012), Menkes Nafsiah Mboi menyatakan bahwa  sekitar 55 persen penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap sanitasi, sementara 43 persen tidak memiliki akses ke air bersih. Dan dia juga menambahkan bahwa ada sekitar 109 juta jiwa yang hidup tanpa keduanya (air bersih dan sanitasi). Wah..wah..!

Dalam pertemuan yang sama, Athula Kahandaliyanage, direktur pembangunan berkelanjutan di kantor regional Organisasi Kesehatan Dunia untuk Asia Tenggara, menunjukkan bahwa penyakit diare adalah penyebab utama kedua kematian pada anak di bawah lima tahun dan bertanggung jawab untuk membunuh 1,5 juta anak setiap tahun di seluruh dunia.

Penyakit diare inilah yang terlihat mulai marak di daerah yang sangat terpencil di Papua termasuk di Soba. Sayangnya pengetahuan masyarakat setempat masih terbatas mengenai hal ini. Puskesmas yang jarang buka, tenaga kesehatan yang terbatas menjadi faktor utama terbatasnya informasi di daerah ini mengenai kesehatan.

Sebenarnya mudah saja untuk mengatasi agar mata air tidak tercemar. Salah satunya adalah dengan menggunakan teknik pipanisasi langsung dari mata air. Selain itu perlu diberikan penyadaran akan pentingnya tempat khusus untuk BAB alias Buang Air Besar sehingga tidak ada lagi BAB sembarang yang mencemari aliran air.

4 tahap pemurnian air oleh Pureit. Sumber: www.pureitwater.com/ID/

Kelengkapan perlindungan tambahan Pureit. Sumber: www.pureitwater.com/ID/
Nah, untuk mata air yang dialirkan melalui pipa dan keluar melalui keran bisa dijamin kebersihannya dengan menggunakan teknologi Pureit. Pureit bekerja dengan teknologi canggih 4-tahap pemurnian air dan “Teknologi Germkill” untuk menghasilkan air yang benar-benar aman terlindungi sepenuhnya dari bakteri dan virus. Pureit juga sangat praktis digunakan. Tinggal menuang air tanah ke dalam wadah atas melalui saringan serat mikro maka air akan tersaring melalui 4 tahap pemurnian air. Kapasitas wadahnya juga cukup besar (wadah atas 9 Liter dan wadah transparan 9 Liter) membuatnya cukup untuk kebutuhan satu keluarga. Yang paling penting lagi, Pureit tidak memerlukan listrik atau gas sehingga benar-benar cocok untuk digunakan di daerah seperti ini. Tidak hanya itu, Pureit juga dilengkapi dengan mekanisme perlindungan tambahan. Ada indikator sederhana untuk mengetahui kapan alat “germkill” harus diganti. Jika alat ini tidak diganti pada waktunya, maka air akan berhenti mengalir. Ini akan menjamin seluruh anggota keluarga meminum air yang aman. Saya yakin dengan Pureit pasti konsumsi air bersih yang cukup ekonomis akan meningkat sehingga mau tidak mau akan menurunkan angka kejadian diare di daerah ini.

Tiba-tiba ada suara gaduh dari sebelah rumah tempatku menginap. Seorang warga bernama Obed tiba-tiba jatuh pingsan saat memasuki rumah sepulang dari berkebun. Selidik punya selidik, dari temannya kemudian diketahui bahwa dia telah mematahkan beberapa dahan pohon di pinggir mata air. Temannya sudah melarang tapi dia tetap nekad. Obed terlihat kejang-kejang dengan mulut sedikit mengeluarkan busa. Orang-orang tampak menggumamkan sesuatu. “Pahabol…Pahabol”, hanya itu yang bisa saya tangkap dari bisikan dan gumam mereka. Rupanya betul ada swanggi penunggu mata air. Ihhh… serem ah…!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar